Ibadah sebagai bentuk rasa syukur manusia kepada Allah Swt atas kebaikan yang dilakukan.. Manfaat beribadah seperti membantu berpikir jernih, mengerti tujuan hidup, dan lebih damai.. Selain itu, bisa membantu mengontrol emosi dan membuat Anda meraih kesuksesan. Baca Juga: Teks Khutbah Jumat 2022 Awal Bulan Dzulhijjah tentang Kurban: Hakikat Ibadah Qurban

Khutbah Pertama إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الأَمَانَةَ وَنَصَحَ الأُمَّةَ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ . أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ . Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasul-Nya yang mulia, Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, dan kepada keluarga serta para shahabatnya. Ibadallah, Khotbah ini adalah sebuah risalah yang membahas keutamaan ikhlas, semangat untuk merealisasikannya, serta upaya menjaga diri dari hal-hal yang bertolak belakang dengannya. Kaum muslimin, jamaah Jumat yang dirahmati Allah, Keikhlasan termasuk salah satu pokok di antara pokok-pokok agama ini, bahkan ia merupakan poros dan sendi agama ini. Karena agama ini dibangun di atas dasar realisasi ibadah yang merupakan tujuan manusia diciptakan, sementara hakikat ibadah itu sendiri tidak akan ada kecuali disertai dengan ikhlas. Keikhlasan dalam ibadah itu, ibarat ruh dalam jasad. Jasad tanpa ruh menjadi bangkai yang tidak bernilai. Demikian pula amalan, jika dilakukan tanpa keikhlasan maka tidak ada nilainya, bahkan suatu amalan tidak dikatakan amal shalih tanpa keikhlasan. Banyak dalil, baik dari Alquran maupun sunnah yang mengajak untuk selalu ikhlas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus.” al-Bayyinah/985. Dan firman Allah Azza wa Jalla قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, “Bahwa sesungguhnya Rabb kamu itu adalah Rabb Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Rabbnya.” al-Kahfi/18110 Pada ayat pertama di atas, Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa Dia k tidak memerintah hamba-Nya kecuali untuk mengikhlaskan ketaatan. Ini mencakup ikhlas dalam seluruh cabang keimanan yang disyariatkan Allah Azza wa Jalla seperti dalam i’tiqad keyakinan, perkataan, dan perbuatan. Sedangkan pada ayat kedua Allah Azza wa Jalla melarang perbuatan syirik yang merupakan lawan dari ikhlas. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjelaskan bahwa pahala Allah diperuntukkan bagi mereka yang bertemu Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat dalam keadaan mengikhlaskan amalan mereka, bersih dari noda-noda syirik, serta mengikuti sunnah Nabi-Nya dalam amalan tersebut. Penetapan tentang ikhlas juga ada dalam dalam sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dalam hadits yang terkenal dari Umar bin Khathab radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ, وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى, فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا, أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا, فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ “Sesungguhnya setiap amalan disertai niat. Dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia berhijrah kepadanya.” HR. al-Bukhari. Al Khatthabi berkata, “Makna hadits ini, keabsahan amalan dan keberadaan konsekuensinya ditentukan oleh niatnya. Jadi, sesungguhnya niatlah yang mengarahkan amalan.” Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Makna al-a’malu bin niyat adalah amalan itu menjadi baik atau rusak, diterima atau ditolak, diberi pahala atau tidak, tergantung niatnya. Jadi, hadits ini menjelaskan tentang hukum syar’i yaitu baik buruknya suatu amalan terganutung baik dan buruknya niat.” Ibadallah, Dikarenakan keikhlasan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam agama, maka keikhlasan juga merupakan karakteristik manhaj salaf yang paling nampak. Di mana, keikhlasan merupakan fokus perhatian mereka, bahkan mewujudkan keikhlasan merupakan maksud dan tujuan tertinggi mereka. Oleh karena itu, sangat banyak perkataan dan ungkapan mereka yang menjelaskan tentang keikhlasan itu, baik yang berkait dengan hakikatnya, anjuran agar ikhlas, atau berupa peringatan dari lawan keikhlasan yaitu syirik dan riya’. Termasuk juga nukilan dari kisah mereka yang menakjubkan dalam merealisasikan keikhlasan. Ibadallah, Di antara perkataan mereka tentang hakikat keikhlasan adalah sebagai berikut Abu Idris rahimahullah berkata, “Seseorang tidak akan bisa mencapai hakikat ikhlas sampai ia tidak suka dipuji oleh seorang pun atas amalan yang dikerjakannya untuk Allah Azza wa Jalla ”. Al-Fudhail rahimahullah berkata, “Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’, dan mengerjakan suatu amalan karena manusia adalalah syirik. Ikhlas adalah jika Allah Azza wa Jalla menyelamatkanmu dari keduanya.” Imam as-Syafi’i rahimahullah berkata, “Seandainya engkau mengerahkan seluruh kemampuanmu untuk menjadikan semua manusia ridha maka tidak ada jalan untuk mewujudkannya. Jika demikian, maka ikhlaskanlah amalan dan niatmu hanya untuk Allah Azza wa Jalla semata.” Saudarakau kaum muslimin, Di antara perkataan Ulama salaf dalam menganjurkan keikhlasan adalah, “Wahai manusia ikhlaskanlah amalan kalian untuk Allah Azza wa Jalla! Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amalan kecuali yang ikhlas. Apabila salah seorang dari kalian memberikan suatu pemberian, memaafkan suatu kezaliman, atau menyambung silaturahim, maka janganlah dia mengatakan dengan lisannya “Ini Karena Allah” akan tetapi hendaklah ia memberitahukannya dengan hati.” Bilal bin Sa’ad berkata, “Tidaklah mungkin engkau menjadi wali Allah Azza wa Jalla secara lahir dan menjadi musuh Allah Azza wa Jalla secara batin.” Hatim berkata, “Carilah jati dirimu dalam empat perkara, yaitu beramal shalih tanpa riya’, mengambil pemberian tanpa ada keinginan, memberi tanpa mengharap imbalan, dan menahan pemberian tanpa ada rasa kikir. Abu Abdirrahman as-Sulami berkata, “Saya pernah mendengar Manshur bin Abdillah berkata, “Telah berkata Muhammad bin Ali at-Tirmidzi, “Kesuksesan di sana akhirat itu bukan karena banyaknya amalan. Sesungguhnya kesuksesan di sana itu dengan mengikhlaskan amalan dan memperbaikinya.” Ibadallah, Banyak riwayat yang menjelaskan tentang usah para Ulama salaf dalam merealisasikan keikhlasan serta kegigihan mereka dalam menjaga diri dari segala yang bertentangan dengannya, sangatlah banyak, baik dari kisah perjalanan hidup maupun petunjuk mereka. Di antaranya adalah keengganan mereka untuk menyatakan bahwa mereka orang-orang ikhlas yang sudah merealisasikannya. Misalnya, perkataan Waki’, “Tidaklah kita hidup kecuali di balik tirai. Seandainya tirai itu dibuka maka akan nampak perkara yang sangat besar, yaitu benar atau tidaknya niat seseorang.” Yusuf bin al-Husain, “Yang paling sulit di dunia ini adalah keikhlasan. Sering aku berusaha untuk menghilangkan riya’ dari hatiku, namun seolah-olah ia muncul dengan warna lain.” Imam Ahmad pernah ditanya, “Apakah engkau mencari ilmu karena Allah Azza wa Jalla ?” Beliau menjawab, “Menuntut ilmu karena Allah Azza wa Jalla itu berat susah, namun jika ada sesuatu yang kami sukai, maka kami mempelajarinya.” Dan diantara bentuk perhatian dan semangat para Ulama salaf dalam merealisasikan keikhlasan dan membendung semua yang bisa merusaknya adalah upaya mereka menyembunyikan amal shalih. Diantara riwayat itu Diriwayatkan dari Bakr bin Ma’iz , ia berkata, “ar-Rabi’ tidak pernah melihat seorang pun yang melaksanakan shalat sunnah di masjidnya kecuali sekali saja.” Sufyan berkata, “Istri ar-Rabi’ bin Khaitsam telah mengabarkan kepadaku dengan mengatakan, “Seluruh amalan ar-Rabi’ itu rahasia.” Dikisahkan bahwa Ali bin al-Hushain pernah membawa sekantong roti di atas pundaknya pada malam hari, lalu ia bersedekah dengannya. Dan ia berkata, “Sesungguhnya sedekah secara rahasia akan memadamkan kemurkaan Rabb Subhanahu wa Ta’ala. Al-A’masy berkata, “Suatu ketika Hudzaifah menangis dalam shalatnya. Saat selesai shalat, ia menoleh, ternyata ada orang di belakangnya. Maka ia berkata, “Janganlah sekali-kali engkau ceritakan ini kepada siapa pun.” Hammad bin Zaid berkata, “Suatu hari Ayyub menyebutkan sesuatu kemudian ia pun terharu. Lantas ia memalingkan wajahnya seakan-akan hendak buang ingus. Kemudian ia kembali menghadap kami dan berkata, “Sesungguhnya flu itu berat bagi Syaikh.” Ibrahim at-Taimiy berkata, “Mereka para generasi awal Islam membenci apabila seseorang mengabarkan amalannya yang tersembunyi.” Dan termasuk bentuk perhatian generasi salaf terhadap keikhlasan adalah mereka membenci ketenaran, demi menutup celah yang bisa mengantarkan kepada riya’ dan memancing perhatian orang. Di antara riwayat tentang itu adalah Dari Habib bin Abi Tsabit, “Suatu hari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu pernah keluar lalu orang-orang mengikutinya. Ibnu Mas’ud bertanya kepada mereka, “Apakah kalian ada perlu denganku?” Mereka menjawab, “Tidak ada, kami hanya ingin berjalan denganmu.” Ibnu Mas’ud berkata, “Kembalilah kalian! Karena sesungguhnya ini adalah kehinaan bagi yang mengikuti dan fitnah bagi orang yang diikiuti.” al-Hasan berkata, “Suatu hari aku bersama Ibnul Mubarak rahimahullah lalu kami mendatangi suatu sumber air sedangkan orang-orang sedang meminum air darinya. Lalu Ibnul Mubarak mendekat ke sumber itu untuk ikut minum, sementara orang-orang itu tidak mengenalnya. Mereka berdesak-desakan dengannya dan mendorongnya. Tatkala keluar, ia berkata kapadaku, “Inilah kehidupan, yaitu ketika kita tidak dikenal dan tidak disegani.” Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata, “Jadilah pecinta keterasingan karena benci ketenaran! Namun jangan engkau tampakkan bahwa engkau suka keterasingan, karena itu akan menyebabkan dirimu terangkat. Sesungguhnya pengakuanmu memiliki sifat zuhud itu sebenarnaya telah keluar dari sifat zuhud. Karena engkau telah memancing pujian dan sanjungan orang kepadamu.” 21 Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah, Berdasarkan penjelasan yang telah kami sebutkan, orang yang berakal dan cerdas, jika ingin menyusul orang-orang shalih tersebut, maka wajib mengikuti jejak mereka dalam keseriusan mereka merealisasikan keikhlasan serta upaya keras menghindari hal-hal yang bisa merusak atau mengurangi pahalanya. Di antara yang bisa membantu seorang muslim untuk merealisasikannya adalah hendaknya ia menyadari betapa bahayanya kehilangan keikhlasan. Karena, amalan yang disertai keikhlasan adalah sebaik-baik ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun jika ikhlas hilang, maka amalan itu menjadi perbuatan syirik yang bisa menyebabkan keluar dari Islam, kekal di neraka, jika itu termasuk syirik besar. Namun jika termasuk syirik kecil, maka itu menyebabkan amalan yang tercampuri itu menjadi terhapus. Jika para generasi salaf di masa-masa yang penuh keutamaan itu khawatir kehilangan keikhlasan, padahal dalam ilmu dan amal, kedudukan mereka tinggi; Mereka juga sudah berupaya menempuh segala cara untuk merealisasikkannya, maka apalagi kita, mestinya kita lebih khawatir lagi daripada mereka. Karena kita hidup di zaman yang penuh dengan fitnah, cendrung kepada dunia, serta kurang menyadari adanya pengawasan dari Allah Azza wa Jalla, kecuali orang yang dirahmati Allah. Ibadallah, Di antara hal yang memotivasi untuk merealisasikan keikhlasan adalah balasan yang disediakan oleh Allah Azza wa Jalla berupa pahala yang besar pada hari kiamat nanti. Allah Azza wa Jalla berfirman. وَمَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿٣٩﴾ إِلَّا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ ﴿٤٠﴾ أُولَٰئِكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَعْلُومٌ ﴿٤١﴾ فَوَاكِهُ ۖ وَهُمْ مُكْرَمُونَ ﴿٤٢﴾ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ ﴿٤٣﴾ عَلَىٰ سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ ﴿٤٤﴾ يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ “Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan. Tetapi hamba-hamba Allah Azza wa Jalla yang dibersihkan dari dosa, mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu, yaitu buah buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan. Di dalam surga-surga yang penuh nikmat. Di atas tahta-tahta kebesaran berhadap-hadapan. Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari sungai yang mengalir.” ash-Shaffat/3739-45 Diantara buah keikhlasan dan keberkahannya adalah kesungguh-sungguhan pelakunya dalam melakukan ketaatan akan diberi pahala, meskipun amalnya kurang atau tidak mampu beramal. Oleh karena itulah Yahya bin Katsir berkata, “Pelajarilah niat, karena sesungguhnya ia lebih mendasar daripada amalan itu sendiri.” Sementara kehilangan keikhlasan akan menyebabkan pelakunya tetap berdosa, meskipun ia mengerjakan amalan yang paling utama. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla telah memberikan ancaman bagi orang-orang yang berbuat riya’ dalam shalatnya, dengan firman-Nya فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ 4 الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ 5 الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ 6 وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’. Dan enggan menolong dengan barang berguna.” al-Ma’un/107 4-7 Renungkanlah saudaraku kaum muslimin, bagaimana Allah Azza wa Jalla mengancam orang-orang yang riya’ dalam shalatnya, padahal shalat itu amalan yang sangat utama, dan mempunyaai kedudukan yang agung dalam agama. Diantara buah keikhlasan di dunia adalah Allah Azza wa Jalla akan menjaga pelakunya dari perkara-perkara keji dan maksiat. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla tentang kisah Nabi Yusuf. كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ “Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”. Yusuf/1224. أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُؤْمِنِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ . Khutbah Kedua اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ . Ibadallah, Diantara pencegah terkuat dari perbuatan riya’ adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ، رَجُلٌ اسْتَشْهَدَ فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَى اسْتَشْهَدْتُ، قَالَ كَذَبْتَ، لَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ، فَقَدْ قِيْلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ، وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ فَمَا فَعَلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ الْقُرْآنَ، قَالَ كَذَبْتَ، لَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيْلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ، فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ، قَالَ كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَّادٌ، فَقَدْ قِيْلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ. “Sesungguhnya manusia pertama yang akan dihisab pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang mati syahid. Dia didatangkan dihadapan Allah Azza wa Jalla , lalu Allah Azza wa Jalla mengingatkan nikmat-nikmat-Nya, maka diapun mengakuinya. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat dengan nikmat-nikmat tersebut?” dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid.” Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kamu bohong, akan tetapi kamu berperang agar kamu dikatakan pemberani, dan kamu telah dikatakan seperti itu di dunia.” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke neraka. Dan orang kedua adalah seseorang yang mempelajari ilmu agama, mengajarkannya, dan dia membaca menghafal Alquran. Dia didatangkan lalu Allah Azza wa Jalla mengingatkan nikmat-nikmat-Nya maka diapun mengakuinya. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” Dia menjawab, “Aku mempelajari ilmu agama, mengajarkannya, dan aku membaca Alquran karena-Mu.” Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kamu bohong, akan tetapi kamu menuntut ilmu agar kamu dikatakan seorang alim dan kamu membaca Alquran agar dikatakan qari` dan kamu telah dikatakan seperti itu di dunia.” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan ke neraka. Dan yang ketiga adalah seseorang yang diberikan keluasan harta oleh Allah Azza wa Jalla dan Dia memberikan kepadanya semua jenis harta. Dia didatangkan lalu Allah Azza wa Jalla mengingatkan nikmat-nikmatNya maka diapun mengakuinya. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” Dia menjawab, “Aku tidak menyisakan satu jalanpun yang Engkau senang kalau ada yang berinfak di situ kecuali aku berinfak disana karena-Mu.” Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kamu bohong, akan tetapi kamu melakukan itu agar disebut dermawan, dan kamu telah dikatakan seperti itu di dunia.” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan ke neraka.” Hendaklah orang yang berakal memperhatikan dan merenungkan, bagaimana orang-orang yang memiliki amalan-amalan yang besar itu, justru yang paling awal dimasukkan ke neraka ? Karena mereka tidak ikhlas dalam amalan mereka dan ingin dipuji manusia. Dan diantara yang perlu menjadi bahan renungan adalah apa yang disebutkan dalam hadits itu bahwa ketiga orang tersebut telah mendapatkan pujian manusia yang mereka inginkan. Ini perlu diperhatikan agar tidak tertipu dengan pujian manusia. Sesungguhnya yang menjadi tolok ukur adalah niat dalam hati yang diketahui Allah Azza wa Jalla. Kita memohon, semoga Allah Azza wa Jalla memberikan rahmat-Nya kepada kita dan memberikan petunjuk kepada hati-hati kita agar ikhlas karena Allah k dan mengharapkan keridhaan-Nya. Dan semoga Allah Azza wa Jalla tidak menyerahkan urusan kita kepada diri kita sendiri meskipun sekejap mata, atau lebih singkat dari itu. Semoga shalawat, salam, dan barakah senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad dan kepada keluarga dan para shahabat seluruhnya. هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب٥٦]، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِيْ الحَسَنَيْنِ عَلِيٍّ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنِ اتَّبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ, اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ, اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَأَعِنْهُ اللَّهُمَّ عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى، وَسَدِّدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةِ النَّاصِحَةِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ, اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاجْعَلْهُمْ رَحْمَةً وَرَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ. اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَوْى وَالعِفَّةَ وَالغِنَى, اَللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْنَا وَبِكَ آمَنَّا وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَبِكَ خَاصَمْنَا نَعُوْذُ بِعِزَّتِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، فَأَنْتَ الْحَيُّ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ وَالْجِنُّ وَالْإِنْسُ يَمُوْتُوْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ كُلِّ خَيْرٍ خَزَائِنُهُ بِيَدِكَ، وَنَعُوْذُ بِكَ اللَّهُمَّ مِنْ كُلِّ شَرٍّ خَزَائِنُهُ بِيَدِكَ, وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ, اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ ارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ, اَللَّهُمَّ وَفَرِّجْ هَمَّ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ، وَنَفِّسْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَيْنَ عَنِ المَدِنِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْفَعْ عَنَّا الغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْزَلَازِلَ وَالفِتَنَ وَالمِحَنَ وَالفِتَنَ كُلِّهَا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ؛ عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ عَامَةً يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ, رَبَّناَ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ . عِبَادَ اللهِ اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  . Diadaptasi dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari dii majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVI/1434H/2013. kutbahjumat tentang ikhlas dapatkan link; facebook; twitter; pinterest; email; aplikasi lainnya; juni 17, 2021 mengawali kutbah ini dengan kisah yang dahsyat,,,,kisah yang menceritakan sosok muslimah yang budiman,,,yang memiliki kekuatan iman yang dahsyat, yang bernama robiatul adawiyah,,,suatu saat ketika beliau berjalan-jalan ,,tangan Berikut Materi Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah yang kami catat dari Khutbah Jumat yang disampaikan Ustadz Abdullah Zaen, Hafidzahullahu Ta’ala. Download PDFnya di Materi Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh IbadahApa itu ikhlas?Apa Tanda-tanda ikhlas?1. Perilakunya sama ketika sedang sendirian atau ketika dilihat oleh orang lain2. Apabila dia dipuji atau dicela dia tetap beramal shalihKhutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah3. Merasa tenang setelah beramalVideo Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ. Jama’ah jumat rahimakumullah.. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu dengan mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan oleh RasulNya Shallallahu Alaihi wa Sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh Allah Azza wa Jalla dan oleh RasulNya صلى الله عليه وعلى اله وصحبه وسلم. Jamaah jumat yang semoga senantiasa dimuliakan Allah.. Semangat di dalam memperbanyak ibadah adalah sebuah kemuliaan. Apalagi disaat kebanyakan orang tidak peduli dengan amal shalih, bahkan membenci orang-orang yang shalih. Orang-orang yang tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid saat sebagian orang seakan telinganya tersumpal jika mendengar panggilan muadzin. Orang-orang yang rela menahan lapar dan dahaga untuk menjalankan puasa Ramadhan saat sebagian orang tanpa malu sedikitpun menghisap rokok di pinggir-pinggir jalan. Orang-orang yang tergerak menginfakkan banyak hartanya saat sebagian orang menggenggam erat-erat hartanya seakan tidak rela serupiah pun lepas dari genggamannya. Orang-orang yang tekun membaca dan menghafal Al-Qur’an saat sebagian orang menghabiskan berjam-jam waktunya untuk menonton acara tak bermanfaat di televisi. Itulah orang-orang yang istimewa. Namun.. Walaupun demikian, ada satu hal penting yang tidak boleh diabaikan oleh para pelaku amal shalih dan para pegiat ibadah. Sebab satu hal penting itulah salah satu yang akan menentukan diterima atau tidaknya amal dia, faktor penentu bermanfaat atau tidaknya amal dia, faktor penentu apakah amal dia akan membuahkan surga atau justru neraka. Faktor terpenting itu adalah keikhlasan niat. Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati.. Apa itu ikhlas? Ikhlas artinya adalah memurnikan tujuan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ… “Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam agama yang lurus…” QS. Al-Bayyinah[98] 5 Ikhlas adalah ruh atau nyawanya sebuah amalan. Sehingga amalan atau ibadah yang kosong dari keikhlasan bagaikan jasad yang tidak bernyawa alias bagaikan bangkai. Pantaskah kita mempersembahkan bangkai kepada Rabbul Alamin? Maka perhatian kita kepada keikhlasan niat dalam beramal seharusnya tidak kalah besar dibandingkan perhatian kita di dalam menjaga semangat di dalam beramal. Perhatikan niat ikhlas kita sebelum beramal, ketika beramal dan sesudah beramal. Sebelum beramal kebajikan apapun, cek dulu niat kita, apakah keikhlasan sudah hadir di dalam hati kita atau belum? Apabila belum, maka tata terlebih dahulu niat ini setelahnya baru mulailah untuk beramal. Ketika sedang beramal, awasi terus niat ini. Sebab setan berusaha keras untuk merusak keikhlasan kita. Bila niat yang awalnya sudah ikhlas, tengah-tengah beramal mulai melenceng, maka luruskan kembali, murnikan kembali dan teruslah dalam perjuangan mengawal keikhlasan niat. Sesudah beramal, waspadai.. Waspadai munculnya perasaan takjub dan bangga diri terhadap amal ibadah yang sudah kita kerjakan. Sebab penyakit-penyakit hati tersebut bisa merontokkan pahala yang sudah didapatkan oleh seorang hamba. Jamaah jumat yang dirahmati Allah.. Apa Tanda-tanda ikhlas? Ikhlas adalah amalan hati, sesuatu yang bersifat rahasia dan tersembunyi. Akan tetapi para ulama kita menjelaskan bahwa keikhlasan itu keberadaannya bisa dirasakan melalui berbagai tanda yang terlihat. Apa saja tanda-tanda tersebut? Diantaranya 1. Perilakunya sama ketika sedang sendirian atau ketika dilihat oleh orang lain Tanda yang pertama, orang ikhlas adalah perilakunya sama ketika sedang sendirian atau ketika dilihat oleh orang lain. Apabila saat dilihat orang dia menjalankan shalat lima waktu dengan baik, kemudian ketika dia sendirian yang dia lakukan sama seperti ketika dia dilihat oleh orang lain, maka itu adalah pertanda keikhlasan. Sebab hal terpenting di mata dia adalah bahwa Allah melihat apa yang dia kerjakan sekalipun seluruh manusia tidak melihatnya. …وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴿١٢٨﴾ “Apabila kalian berbuat baik, apabila kalian bertakwa, sungguh Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” QS. An-Nisa[4] 128 Dikisahkan dalam kitab Lathaiful Ma’arif karya Imam Ibnu Rajab Rahimahullah bahwa dahulu ada seorang ahli ibadah yang setiap tahunnya selalu berangkat haji dan istimewanya dia berangkat haji dengan berjalan kaki, menempuh jarak ribuan kilometer sehingga banyak orang yang berdecak kagum dengan semangat ahli ibadah tersebut. Saat dia pulang kerumah, suatu malam dia sedang berbaring istirahat. Tiba-tiba dia oleh ibunya, ibunya kehausan ingin minum segelas air. Maka sang ibu pun minta tolong kepada anaknya si ahli ibadah. Ahli ibadah itu mau bangkit dari tempat tidurnya rasanya berat, padahal dapur cuma jarak beberapa meter saja. Kemudian dia merenung, kenapa saat aku berhaji berjalan kaki dengan jarak ribuan kilometer kaki ini terasa ringan untuk dilangkahkan sedangkan malam ini aku hanya berjalan beberapa meter kaki terasa berat. Ada apa dengan kakiku ini? Dia merenung kemudian dia temukan ternyata selama ini dia semangat, kaki terasa ringan walaupun berjalan ribuan kilometer, karena selama itu banyak orang memujinya, banyak orang melihatnya, banyak orang berdecak kagum. Adapun malam ini, tidak ada satupun yang melihat dia, tidak ada satu pun yang memujinya, sehingga kaki ini terasa berat untuk melangkah walaupun hanya beberapa meter saja. Saat itulah dia tersadar ternyata ibadah besar yang dia lakukan belum ikhlas di dalam menjalankannya. 2. Apabila dia dipuji atau dicela dia tetap beramal shalih Tanda seseorang ikhlas atau tidak dalam beramal yaitu ketika dia dipuji dia beramal namun ketika dicela dia pun beramal. Seorang yang beramal shalih kemudian ternyata tidak ada satu orang pun yang memujinya lalu berakibat dia berhenti untuk beramal shalih, ini tandanya niat dia belum ikhlas. Sebab yang dia cari adalah pujian manusia, bukan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam Al-Qur’an diceritakan salah satu karakter, salah satu ciri khas calon penghuni surga adalah وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ﴿٨﴾ “Calon penghuni surga adalah mereka yang gemar berbagi makanan yang dia sukai, berbagi makanan favoritnya, berbagai makanan kesenangannya...” Kepada siapa? مِسْكِينًا “Kepada orang miskin.” وَيَتِيمًا “Kepada anak yatim.” وَأَسِيرًا “Dan kepada para tawanan.” Lihat baik-baik ayat selanjutnya. Apa motivasi dia berbagi makanan? إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّـهِ… “Kami berbagi makanan kepada kalian adalah semata-mata mengharapkan ridha Allah dan wajah Allah..” …لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا ﴿٩﴾ “Kami tidak mencari balasan dari kalian dan kami juga tidak menunggu ucapan terima kasih dari kalian.” QS. Al-Insan[76] 9 أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم. Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَحُجَّةً عَلَى الخَلْقِ أَجْمَعِيْنَ مَا مِنْ خَيْرٍ إِلَّا وَدَلَّنَا عَلَيْهِ وَمَا مِنْ شَرٍّ إِلَّا وَحَذَّرَنَا مِنْهُ صَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلَامَةُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَصَحَابَتِهِ المَيَامِيْنِ وَعَلَى مَنِ اقْتَفَى أَثَرَهُمْ وَسَارَ عَلَى هَدْيِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ Ibadallah.. 3. Merasa tenang setelah beramal Allah Subhanahu wa Ta’ala maha membalas amal shalih hambaNya. Dan diantara bentuk balasan tersebut adalah Allah akan mencurahkan ketenangan batin dan kebahagiaan jiwa yang dirasakan hamba setelah beramal. Sampai taraf dia tetap merasakan ketenangan hati sekalipun dia kehilangan segala sesuatu. Sebaliknya, dia akan merasa sedih dan galau saat kehilangan ketenangan tersebut walaupun dia memiliki segala sesuatu. Maka apabila setelah beribadah ternyata kita tidak merasakan ketenangan batin, setelah beribadah kita tidak merasakan kedamaian jiwa, setelah beribadah kita tidak merasakan ketentraman, maka berarti ada sesuatu yang bermasalah di dalam ibadah yang kita kerjakan. Dan salah satunya adalah karena mungkin kekurangikhlasan kita didalam menjalankan ibadah tersebut. Maka perbaikilah sebelum terlambat. هذا؛ وصلوا وسلموا –رحمكم الله– على الصادق الأمين؛ كما أمركم بذلك مولاكم رب العالمين، فقال سبحانه “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”. اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد. ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة… Video Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah Sumber video Yufid TV – Khutbah Jum’at – Ikhlas, Ruh Ibadah – Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA. Mari turut menyebarkan materi Khutbah Jumat Singkat ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum.. Tiapmanusia memang tidak lepas dari tantangan dan cobaan. Karena itu, penting menanamkan 3 amalan baik dalam tiap diri Muslim. Ketiga amalan itu yakni, istiqomah, istikharah dan istighfar. Berikut contoh khutbah Jumat singkat tentang 3 amalan baik dilansir dari kemenag.go.id: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ
JAKARTA, - Khutbah Jumat paling bagus tentang ikhlas penting untuk ditanamkan pada setiap hati umat Islam serta diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Baca Juga Secara singkat, sifat ikhlas sendiri dapat diartikan sebagai ketulusan niat dalam melaksanakan segala sesuatu dengan ketulusan untuk mengabdi kepada Allah dengan segenap hati, pikiran, dan jiwa seseorang. Dengan bersikap ikhlas ada banyak buah keikhlasan yang didapatkan, antara lain adalah sebab bertambahnya petunjuk, selamat dari siksa neraka, dihindarkan dari kesulitan duniawi dan hal-hal luar biasa lainnya. Berikut ini adalah teks khutbah Jumat tentang ikhlas yang dikutip dari NU Online Khutbah Jumat Paling Bagus tentang Ikhlas اَلْحَمْدُ لله، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِأَنْوَاعِ امْتِنَانِهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا ﷺ الَّذِيْ جَعَلَهُ اللهُ خَيْرَ خَلْقِهِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ اَشْرَفِ عِبَادِهِ. أَما بعد فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ Hadirin jamaah Jumat hafidhakumullâh, Saya berpesan kepada pribadi saya sendiri, juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita terus berusaha meningkatkan taqwa kita kepada Allah dengan mematuhi semua perintah dan menjauhi aneka macam larangan-larangan-Nya. Hadirin hafidhakumullâh, Dalam rangka meningkatkan taqwa kita kepada Allah, kita perlu melakukan ibadah dengan ikhlas, setulus hati. Tujuan kita diciptakan oleh Allah subhânau wa ta’âlâ tiada lain kecuali untuk beribadah atau mempersembahkan semua gerak tubuh kita sepanjang hidup hanya karena Allah subhânau wa ta’âlâ. Allah berfirman وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ Artinya “Dan saya tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” QS Adz-Dzâriyât 56 Bukan berarti selama 24 jam kita hanya boleh menghabiskan waktu untuk shalat dan membaca Al-Quran saja. Namun sekolah, belajar di pesantren, bekerja mencari nafkah, membantu orang tua, berbaik budi kepada teman, makan, minum dan sejenisnya bisa juga bernilai ibadah tergantung niat kita. Semua itu merupakan bagian dari ibadah, persisnya ibadah ghairu mahdhah Ibadah baik mahdlah maupun ghairu mahdlah, masing-masing membutuhkan niat yang ikhlas, murni karena Allah. Jika tidak mampu ikhlas secara penuh, seseorang hanya akan diberi pahala dengan persentase sebesar mana ikhlasnya. Jika persentase ikhlas seseorang dalam hati hanya sebesar 40 persen, selebihnya dia berniat bukan karena Allah, untuk tujuan supaya mendapatkan materi misalnya, niscaya ia hanya akan mendapatkan balasan dari 40 persen niatnya tersebut. Artinya kadar balasan keikhlasan seseorang bergantung pada persentase ikhlasnya dalam hati. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih Bukhari yang pertama kali disebut, riwayat dari Sayyidina Umar bin Khattab radliyallâhu anh إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى Artinya “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang tergantung atas apa yang ia niatkan.” Abdurrahman bin Abdussalam ash-Shafûriy dalam kitabnya Nuzhatul Majâlis mengisahkan petuah Syekh Ma’ruf al-Karkhi sebagai berikut وَقَالَ مَعْرُوفْ الْكَرْخِي مَنْ عَمِلَ لِلثَّوَابِ فَهُوَ مِنَ التُّجَّارِ Artinya “Barangsiapa beramal supaya dapat pahala, maka ia bagaikan orang yang sedang berdagang.” Maksudnya, ia beramal dengan angan-angan mendapatkan keuntungan itu seolah-olah seperti sedang tukar-menukar, yakni amal dengan pahala وَمَنْ عَمِلَ خَوْفاً مِنَ النَّارِ فَهُوَ مِنَ الْعَبِيْدِ “Barangsiapa melakukan sebuah tindakan karena takut neraka, ia termasuk hamba Allah.” وَمَنْ عَمِلَ للهِ فَهُوَ مِنَ الْأَحْرَارِ “Dan barangsiapa yang bertindak karena Allah semata, ia merupakan orang yang merdeka.” Orang yang ikhlas, diibaratkan dalam hadits qudsi seperti tangan kanan memberikan sesuatu, namun tangan kirinya tidak sampai tahu. Maksudnya, amal-amal baik kita seharusnya kita sembunyikan serapat mungkin hingga kepada orang terdekat pun. Uwais al-Qarni, salah satu orang shalih yang hidup pada zaman Nabi walaupun beliau tidak pernah bertemu secara fisik dengan Nabi mengatakan, “Orang yang mendoakan saudaranya atas tanpa sepengetahuan yang didoakan itu lebih baik daripada mengunjungi rumahnya, silaturahim, dan bertemu secara langsung. Bagaimana bisa demikian? Ya, karena orang yang bertemu secara langsung, mengunjungi secara langsung, terdapat kemungkinan unsur riya’ pamer menyelinap pada hati orang yang mendoakan. Namun jika mendoakan tanpa sepengetahuan saudara yang kita doakan, itu ibadah yang benar-benar ikhlas. Ada orang di tengah keheningan malam, dalam kamar sendirian, menyebut nama-nama saudaranya kemudian mendoakan mereka. Inilah di antara contoh ikhlas yang betul-betul ikhlas. Bahkan dalam hadits dikisahkan, orang yang mendoakan saudaranya seperti demikian, akan mendapatkan doa balik yang sama sebagaimana yang ia panjatkan, ia didoakan serupa dari malaikat. Malaikat mendoakan dengan kalimat وَلَكَ بِمِثْلٍ kamu juga akan mendapatkan sebagaimana yang kamu panjatkan Hadirin, hafidhakumullâh, Ada sebuah kisah isrâîliyyat dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Imam al-Ghazali bercerita, terdapat satu kaum penyembah pohon. Salah seorang ahli ibadah yang mengetahui fenomena ini hendak menghancurkan tempat peribadatan penyembahan pohon tersebut. Pada hari pertama saat hamba tersebut datang, iblis menghadang. “Sudahlah, kamu jangan potong ini pohon. Andai saja kamu potong, penyembah-penyembahnya akan bisa mencari tuhan sejenis. Percuma kamu potong. Sudahlah, kamu beribadah sendiri saja sana!” goda iblis pada ahli ibadah. Mendapat penghadangan demikian, ahli ibadah ini marah. Ia kemudian menghantam tubuh iblis yang datang menjelma sebagai sosok orang tua. Iblis pingsan seketika. Iblis tak patah arang. Iblis mencoba melanjutkan godaannya bisikannya yang kedua. “Begini saja, Kamu ini hamba yang melarat. Kamu beribadah saja sana kepada Allah, setiap malam kamu akan aku kasih uang dua dinar. Kamu ini bukan rasul. Kamu bukan utusan Tuhan. Biarkan rasul saja yang bertugas memotong pohon ini!” rayu Iblis. Ahli ibadah terbujuk rayu. Ia terbuai dengan bujuk rayu setan. Ia membayangkan, bagaimana ini tidak solusi yang indah. Pohon akan ada yang motong. Ia tetap bisa beribadah kepada Allah, Sedangkan kemelaratannya akan segera berakhir. Ia tinggalkan lokasi. Ia beribadah di malam harinya. Pagi harinya, ia temukan dua dinar secara tiba-tiba. Hadirin, pada hari ketiga, iblis ternyata tidak menunaikan janjinya. Sekarang, iblis tidak lagi mengirim uang dua dinar. Atas tipuan ini, karena merasa kesal atas perilaku iblis yang berbohong, hamba yang ahli ibadah menjadi naik pitam. Darahnya mendidih. Ia kembali tergerak untuk meruntuhkan pohon yang disembah masyarakat sekitar yang baru saja ia urungkan kemarin hari. Follow Berita Celebrities di Google News Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis tidak terlibat dalam materi konten ini.
Dalamkehidupan sehari-hari seorang muslim selalu dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang mau tidak mau suka tidak suka harus dipilih. Begitu juga dalam beribadah, seorang hamba biasanya akan mampu melaksanakan ibadah seberat apapun. Hal itu dilakukan sebagai bentuk pengabdian seorang hamba kepada penciptanya.
- Berikut ini bisa Anda simak naskah khutbah jumat tentang ikhlas dalam beribadah. Naskah khutbah jumat ini bisa menjadi referensi khatib untuk menyampaikan materi yang bermanfaat kepada jemaah. Sebagai manusia terutama umat Islam, Kita diwajibkan untuk beribadah hanya kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Dalam pelaksanaan ibadah tersebut, Kita diharuskan melakukannya dengan ikhlas dan berharap amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT. Baca JugaIni Sosok Hakim Ketua PN Jakpus yang Hukum KPU Tunda Pemilu, Pernah Aniaya Jurnalis TV Berikut ini adalah materi khutbah Jumat tentang ikhlas dalam beribadah yang dikutip dari Khutbah I . . . . Hadirin Sidang Jumat Rohimakumulloh Pada kesempatan kali ini, di hari Jumat yang penuh berkah, tak henti-hentinya kami mengingatkan pada diri kami sendiri begitu juga hadirin sekalian untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita dengan cara istiqomah menjalankan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah SWT. Baca Juga10 Drama Korea Paling Populer Akhir Bulan Februari 2023, Sudah Nonton Belum? Allah SWT telah menegaskan dalam Al-Quran akan mengangkat derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan tenteram dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 Artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan.” Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah Status hamba merupakan status tertinggi bagi makhluk ciptaan Allah SWT. Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW diberi pilihan apakah ingin menjadi raja dan rasul ataukah menjadi hamba dan rasul, beliau menjawab hanya ingin menjadi hamba dan rasul. Dalam Al-Qur’an disebutkan Artinya “Dan saya tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” QS Adz-Dzâriyât 56 Akan tetapi, dalam rangka memenuhi panggilan Allah SWT. sebagai hamba yang sejati, keikhlasan dalam beribadah merupakan harga mati yang harus tertanam dalam sanubari seorang hamba. Maka dari itu pada kesempatan khutbah Jumat kali ini, Khotib akan menyampaikan tentang pentingnya ikhlas dalam beribadah. Allah SWT. Berfirman dalam Al-Qur’an Artinya “Katakanlah, Tuhanku menyuruhku untuk berlaku adil. Dan hadapkanlah wajahmu kepada Allah pada setiap shalat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.” QS al-A’raf 29 Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa dalam beribadah harus disertai dengan keikhlasan. Dalam sebuah hadist disebutkan – – . “Dari Umar Ibn Khaththab Radiallahuanhu, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah Salaulahu Alaihi Wasalam bersabda Sahnya suatu amal itu tergantung dengan niatnya, dan bagi setiap orang balasannya sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa berhijrah dengan niat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia mendapatkan balasan hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa berhijrah dengan niat kepada keuntungan dunia yang akan diperolehnya, atau wanita yang akan dinikahinya, maka ia mendapatkan balasan hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut” Nilai amal seorang hamba tergantung pada niatnya, jika amal yang dilakukan diniatkan murni untuk mendapatkan ridho Allah SWT. dan Rasul-Nya maka itulah yang ia dapatkan, akan tetapi sebaliknya, jika amal yang dilakukan untuk kepentingan dunia, maka hasilnyapun akan ia dapatkan saat di dunia belaka, sementara di akhirat ia tidak akan mendapat apa-apa. Hadirin jamaah Jumat Rohimakumullah Tujuan utama beribadah adalah untuk mendapat keridhoan Allah Swt. Menyertakan niat lain seperti berangkat haji untuk mendapat panggilan pak haji, bersedekah supaya terlihat kaya dan dermawan, demikian itu dapat menghilangkan pahala ibadah, bahkan pelaku dianggap berdosa karena dua hal, menipu pandangan orang lain dengan mengatasnamakan agama atau sering disebut dengan politisasi agama dan menghina Allah Swt. sebab, ia lebih mementingkan makhluk dari pada Allah Swt. Terakhir semoga kita diberikan petunjuk dan bimbingan oleh Allah SWT. agar menjadi golongan hamba Allah yang ikhlas dalam beribadah. Khutbah II . . . . Demikian naskah khutbah Jumat tentang ikhlas dalam beribadah, berharap apa yang dilakukan diterima Allah SWT.* Jumat 5 Agustus 2022, 10:14 AM. Khutbah Jumat Singkat 2022, Tentang Hari Asyura Terbaru. Jabarekspres.com- Hari Asyura atau hari kesepuluh di bulan Muharram, merupakan hari yang istimewa di bulan ini. ada beberapa anjuran Nabi yang bisa dilakukan di bulan Muharram ini. berikut adalah khutbah jumat singkat tentang bulan Muharram. Khutbah Pertama Silahkan unduh khutbah Jumat dalam bentuk Pdf DISINI السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ الحَمدُ لِـلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ وَأَظْهَرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِهِ وَلَوْ كَرِهَ المُشْرِكُوْنَ، هَدَانَا لِلْإِيْمَانِ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلاَ أَنْ هَدَانَا اللهُ، أَحْمَدُهُ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا هُوَ أَهْلُهُ وَأَشْكُرُهُ شُكْرَ مَنْ يَسْتَزِيْدُهُ وَيَتَضَرَّعُ إِلَيْهِ وَحْدَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ فِي رُبُوْبِيَّتِهِ وَأُلُوْهِيَّتِهِ وَكَمَالِ ذَاتِهِ وَصِفَاتِهِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مَحَمَّداً عَبْدُهُ وَرُسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنِ اهْتَدَى بِهَدْيِهِمْ وَاسْتَنَّ بِسُنَّتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِينِ وَبَعْدُ. يَا أَيَّهَا النَاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ، وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا} {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} { يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا} فَاتَّقُوْا اللهَ عبادَ اللهِ وَاهْتَدُوْا بِهُدَى نَبِيِّهِ وَاسْلُكُوْا سَبِيْلَهُ، فَإِنَّهُ سَبِيْلُ الفلَاَحِ وَالرَّشَادِ. وَقَالَ النَّبِيُ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللهَ يُرْضِى لَكُمْ ثلَاَثًا أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا، وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلَّى اللَّهُ أَمْرَكُم Jama’ah sholat jumat yang dimuliakan Allah Segala puji marilah kita haturkan kepada Allah Ta’ala yang telah memberikan berbagai nikmat-Nya kepada kita sehingga sampai saat ini kita masih bisa menghadiri sholat jumat berjama’ah di masjid ini. Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad sallallahu alahi wasallam beliaulah penutup para nabi dan imamnya orang-orang yang bertaqwa serta suri tauladan bagi seluruh umat manusia. Bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepada-Nya, juga bertaubatlah kepada-Nya serta beristighfarlah. Kembalilah kepada Allah dan berdoalah kepada-Nya. Sesungguhnya Allah itu Maha Luas Pemberiannya, dan Maha Mengabulkan doa. Perintah untuk bertakwa disebutkan dalam ayat يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” QS. Ali Imran 102 Jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah Al-A’masi rahimahullah mengatakan, ”Suatu saat Hudzaifah menangis di dalam sholatnya. Setelah selesai maka beliau berbalik dan ternyata ada orang dibelakangnya maka beliau pun berkata, ”Jangan kamu beritahukan hal ini kepada siapapun.”” Diriwayatkan oleh al-hasan adh-Dhorrob dalam Dzamm ar-Riya’, dinukil dari Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbabi Tafadhul al-A’mal. Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi Laila melaksanakan sholat, kemudian tatkala dia merasa ada seseorang yang akan masuk kamarnya maka beliau langsung berbaring di tempat tidurnya. Sebagaimana diriwayatkan pula bahwa sebagian para salaf dahulu melaksanakan sholat dan menangis, kemudian tatkala ada seorang tamu yang datang maka mereka segera mencuci wajah-wajah mereka untuk menghilangkan bekas air mata mereka Lihat Miftah al-Afkar li at-Ta’ahhubi li Dar al-Qoror, 2/27, karya ’Abdul ’Aziz bin Muhammad as-Salman. Diriwayatkan bahwa Sufyan ats-Tsauri rahimahullah menangis, kemudian beliau berkata, ”Aku takut ditulis oleh Alloh sebagai orang yang celaka,” beliau terus menangis, kemudian berkata, ”Aku takut keimanan ini dicabut dari diriku ketika aku akan meninggal dunia.” ini menunjukkan bagaimana takutnya beliau dari terbaliknya hati dari keimanan menuju kekufuran. Khusnul Khotimah wa Suu’uhaa, karya Kholid bin ’Abdurrohman asy-Syayi’. Itulah para ulama’, tangisan mereka adalah tangisan keikhlasan, keteduhan dan sumber kebahagiaan, bukan tangisan kepura-puraan, kemunafikan dan berharap pujian sebagaimana yang dilakukan kebanyakan manusia zaman sekarang, semoga mata mereka –para salaf- dijaga oleh Alloh dari api neraka. Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda ”Ada dua mata yang tidak tersentuh api neraka mata yang menangis karena Alloh dan mata yang terjaga di malam hari karena berjuang di jalan Allah.” Dikeluarkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya 1337 dan dishohihkan al-Albani dalam al-Miskat 3829. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda ”Tujuh golongan yang Alloh naungi pada hari kiamat nanti di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Alloh, kemudian beliau Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan di antaranya seseorang yang mengingat Alloh dalam kesendiriannya kemudian mengalirkan air matanya.” Dikeluarkan Imam Bukhori dalam Shohih-nya 1357 dan Imam Muslim 2427. Tidakkah kita melihat tangisan Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam Diriwayatkan dari ’Ubaid bin ’Amir radhiyallahu anhu ”Sesungguhnya dia bertanya pada ’Aisyah radhiyallahu anha ”Kabarkan kepada kami perkara yang paling Anda kagumi dari Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam,” kemudian beliau ’Aisyah berkata, ”Pada suatu malam Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadaku, ”Wahai ’Aisyah, biarkan aku menyembah kepada Tuhanku malam hari ini,” maka aku berkata, ”Ya Rosululloh, aku ingin berada di dekatmu dan menyukai apa yang menggembirakanmu,” tetapi beliau berdiri dan mengambil air wudhu, kemudian beliau berdiri melaksanakan sholat yang panjang, beliau terus menangis dalam sholatnya, sampai basah pangkuannya, dan basah pula tanah tempat beliah bersujud, kemudian datanglah Bilal untuk menjembut beliau melaksanakan sholat Subuh, ketika dia Bilal menjumpai Rosululloh menangis maka dia mengatakan, ”Ya Rosululloh, Anda menangis? Bukankah Alloh telah mengampuni dosa Anda, baik yang lalu atau yang akan datang?” Beliau menjawab, ”Kenapa aku tidak menjadi hamba yang bersyukur? Telah turun kepada-ku sebuah ayat, sungguh celaka bagi umatku yang membacanya akan tetapi tidak memahaminya.” Kemudian beliau membaca ayat ”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” QS. Ali Imron 190.” Dishohihkan al-Albani dalam Shohih at-Targhib 1468 dan ash-Shohihah 68. Sungguh alangkah jauhnya kita dari keikhlasan mereka. Jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah Ikhlas adalah sebuah kata yang mudah diucapkan dengan lidah namun tidak mudah melekat di hati, lihatlah keadaan para salaf kita, mereka orang yang paling terjaga hatinya, menyelami kehidupan mereka seperti kita bertamasya ke taman bunga, indah di mata, wangi terasa, dan keteduhan akan datang menyapa kita. Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata, ”Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlak luhur mereka.” Al-Madkhol, 1/164, Mawqi’ al-Islam. Para salaf dahulu selalu menjaga hati mereka, mereka takut mata-mata manusia melihat ibadahnya, mereka menyembunyikan amal baktinya melebihi kondisi mereka dalam menyembunyikan emas-permata, mereka takut digugurkan pahala amal ibadah mereka. ”Sebagian kaum salaf mengatakan, ”Aku berharap ibadahku hanyalah antara diriku dengan Alloh, tidak ada mata yang melihatnya.” Jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah Dalam mendefinisikan ikhlas, para ulama berbeda redaksi dalam menggambarkanya. Ada yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah pembersihan dari pamrih kepada makhluk. Al Izz bin Abdis Salam berkata “Ikhlas ialah, seorang mukallaf melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah. Dia tidak berharap pengagungan dan penghormatan manusia, dan tidak pula berharap manfaat dan menolak bahaya”. Al Harawi mengatakan “Ikhlas ialah, membersihkan amal dari setiap noda.” Yang lain berkata “Seorang yang ikhlas ialah, seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi”. Abu Utsman berkata “Ikhlas ialah, melupakan pandangan makhluk, dengan selalu melihat kepada Khaliq Allah”. Ikhlas ialah, menghendaki keridhaan Allah dalam suatu amal, membersihkannya dari segala individu maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal, kecuali karena Allah dan demi hari akhirat. Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, seperti kecenderungan kepada dunia untuk diri sendiri, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, atau karena mencari harta rampasan perang atau agar dikatakan sebagai pemberani ketika perang, Sebagaimana dalam hadits Abu Umamah al-Bahili radhiallahu anhu berkata kepada Rasulullah, أرأيتَ رجلًا غزا يلتمِسُ الأجرَ والذِّكرَ ما له ؟ فقال لا شيءَ له , فأعادها ثلاث مرَّاتٍ يقولُ لا شيءَ له , ثمَّ قال إنَّ اللهَ لا يقبلُ من العملِ إلَّا ما كان خالصًا وابتُغي به وجهُه “Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang mencari balasan dan ketenaran, apa yang dia dapatkan?” Nabi menjawab, “Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Nabi mengulangi jawabannya tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan kecuali kalau amalan tersebut ikhlas berharap wajah Allah.” Shahih an-Nasa’i, 3140 Karena syahwat, kedudukan, harta benda, ketenaran agar mendapat tempat di hati orang banyak, mendapat sanjungan tertentu, atau karena alasan-alasan lain yang tidak terpuji; yang intinya bukan karena Allah, maka semua ini merupakan noda yang mengotori keikhlasan dan menyebabkan pelakunya terjerumus dalam perbuatan riya’. Maka benar sabda Nabi dalam hadits lain عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ وَلاَ اِلىَ صُوَرِكُمْ وَ لٰكِنْ يَنْظُرُ اِلىَ قُلُوْبِكُمْ. مسلم Dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah SAW pernah bersabda,“Sesungguhnya Allah tidak melihat menilai bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat menilai keikhlasan hatimu”. Dan diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim لَوْ اَنَّ اَحَدُكُمْ يَعْمَلُ فىِ صَخْرَةٍ صَمَّاءَ لَيْسَ لَهَا بَابٌ وَ لاَ كَوَّةٌ لَخَرَجَ عَمَلُهُ كَائِنًا مَا كَانَ. “Seandainya salah seorang di antara kamu melakukan suatu perbuatan di dalam gua yang tidak ada pintu dan lubangnya, maka amal itu tetap akan bisa keluar tetap dicatat oleh Allah menurut keadaannya”. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسلِمِينَ من كل ذنب, فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم Khutbah ke Dua الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا Jama’ah sholat jumat yang dimuliakan Allah Allah Ta’ala berfirman, هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ “Dialah yang Maha Hidup, tidak ada tuhan selain Dia. Maka sembahlah Dia dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”. QS Ghafir 65 Dalam khutbah yang kedua ini, marilah kita intropeksi diri. Marilah kita koreksi diri kita masing-masing. Sudah sejauh mana ibadah kita ikhlas kepada Allah ? Sudahkah kita benar-benar berusaha menghindarkan diri dari riya’ ? Sudahkah kita merubah diri kita menjadi yang lebih baik dan lebih taat kepada Allah ? Sudahkah kita mencontoh keihklasan para salafussalih ? Semoga kita semua termasuk golongan yang ikhlas kepada Allah dan termasuk golongan yang tidak melanggar aturan-aturan-Nya. اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَة اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا إِنْدُوْنِيْسِيَا خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ومَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . 351 161 359 305 84 379 243 50

khutbah jumat tentang ikhlas dalam beribadah